Latest Products

Header and Footer

Order Detail
Membuat Header dan Footer Yang Berbeda Berdasarkan Nomor Halaman dan Section Header Dan Footer Header dan footer adalah teks yang terdapat pada setiap halaman pada dokumen. Header terletak pada bagian atas dokumen, footer terletak pada bagian bawah dokumen. Pada header dan footer dapat diletakkan nomor halaman, judul tulisan, waktu dan tanggal, bahkan gambar.

Membuat Header Dan Footer
  1. Klik View-Header and Footer.
  1. Pada jendela Header and Footer terdapat beberapa teks yang dapat disisipkan seperti nomor halaman, jumlah halaman, tanggal dan waktu. Selain itu juga terdapat pengaturan penomoran halaman dan pengaturan halaman (Page Setup).
  2. Tuliskan teks yang diinginkan pada header. Jika ingin membuat footer klik Switch Between Header and Footer.
  3. Format pada header dan footer, dapat diatur pada jendela style and formatting.
  4. Setelah selesai klik Close.

Jenis-jenis Makna

Order Detail
Jenis- jenis Makna
Karena bahasa itu digunakan untuk berbagai kegiatan dan keperluan dalam kehidupan bermasyarakat, maka makna bahasa itu pun menjadi bermacam-macam dilihat dari segi atau pandangan yang berbeda.
Berbagai nama jenis makna telah dikemukakan oleh orang dalam berbagai buku linguistik atau semantik.
Abdul Chaer (1994 : 289 – 296) membagi jenis-jenis makna sebagai berikut, “Makna leksikal, gramatikal, kontekstual, referensial dan non referensial, denotatif, konotatif, konseptual, asiosiatif, kata, istilah, idiom serta makna peribahasa”.
1. Makna Leksikal
Makna leksikal adalah makna yang sebenarnya, makna yang sesuai dengan hasil observasi indra kita, maka apa adanya, atau makna yang ada di dalam kamus.
Misalnya, leksem ‘kuda’ memiliki makna leksikal sejenis binatang berkaki empat yang biasa dikendarai, ‘pensil’ bermakna leksikal sejenis alat tulis yang terbuat dari kayu dan arang, dan ‘air’ bermakna leksikal sejenis barang cair yang biasa digunakan untuk keperluan sehari-hari.
2. Makna Gramatikal
Makna gramatikal baru ada kalau terjadi proses gramatikal seperti afiksasi, reduplikasi, komposisi atau kalimatisasi. Umpamanya, dalam proses aplikasi prefix ber- dengan baju melahirkan makna gramatikal ‘mengenakan atau memakai baju’, dengan dasar kuda melahirkan makna gramatikal ‘mengendarai kuda’. Contoh lain, proses komposisi dasar sate dengan dasar yang melahirkan makna gramatikal ‘asal’, dengan dasar lontong melahirkan makna gramatikal ‘bercampur’. Sintaksisasi kata- kata adik, menendang, dan bola menjadi kalimat adik menendang bola melahirkan makna gramatikal ; adik bermakna ‘pelaku’, menendang bermakna ‘aktif’, dan bola bermakna ‘sasaran’.
3. Makna Kontekstual
Makna kontekstual adalah makna sebuah laksem atau kata yang berada di dalam suatu konteks. Misalnya, makna konteks kata kepala pada kalimat-kalimat berikut:
a. Rambut di kepala nenek belum ada yang putih.
b. Sebagai kepala sekolah dia harus menegur murid itu.
c. Nomor teleponnya ada pada kepala surat itu.
d. Kepala paku dan kepala jarum tidak sama bentuknya.
Makna konteks dapat juga berkenaan dengan situasinya yakni tempat, waktu, dan lingkungan penggunaan bahasa itu. Contohnya : “Tiga kali empat berapa?”
Jika dilontarkan di depan kelas tiga SD sewaktu mata pelajaran matematika berlangsung. Tentu dijawab dua belas atau mungkin tiga belas. Namun kalau pertanyaan itu dilontarkan kepada tukang photo, maka pertanyaan itu mungkin akan ditanya dua ratus atau tiga ratus, mengapa begitu? Sebab pertanyaan itu mengacu pada biaya pembuatan pas photo yang berukuran tiga kali empat centimeter.
4. Makna Referensial
Sebuah kata disebut bermakna referensial kalau ada referensinya, atau acuannya. Kata-kata seperti ‘kuda’. disebut bermakna referensial kalau ada referensinya, atau acuannya. Kata-kata seperti ‘kuda’, ‘merah’, dan ‘gambar’ adalah termasuk kata-kata yang bermakna referensial. Kata-kata seperti, dan, atau dan karena adalah termasuk kata-kata yang tidak bermakna referensial karena kata-kata itu tidak mempunyai referens.
Berkenaan dengan acuan ini ada sejumlah kata, yang disebut kata-kata deiktik, yang acuannya tidak menetap pada satu wujud, melainkan dapat berpindah dari wujud yang satu kepada wujud ke lain. Kata-kata yang deiktik ini adalah kata-kata seperti pronomina, misalnya dia, saya, kamu ; kata-kata yang menyatakan ruang, misalnya di sini, di sana, dan di situ ; kata-kata yang menyatakan waktu, seperti sekarang, besok dan nanti ; kata-kata yang disebut kata petunjuk, misalnya ini dan itu.
Contoh pronomina kata saya pada kalimat berikut yang acuannya tidak sama ;
a. “Tadi pagi saya bertemu dengan pak Ahmad”, kata Ani kepada Ali.
b. “O, ya?”, sahut Ali, “Saya juga bertemu beliau tadi pagi”.
c. “Dimana kalian bertemu beliau?”, tanya Amir, “Saya sudah lama tidak jumpa dengan beliau.
Pada kalimat (a) kata saya mengacu kepada Ani, pada kalmat (b) mengacu pada Ali, dan pada kalimat (c) mengacu pada Amir. Contoh lain, kata di sini pada kalimat (d) acuannya juga tidak sama dengan kata di sini pada (e).
d. “Tadi saya lihat pak Ahmad duduk di sini sekarang dia kemana?”, tanya pak Rasyid kepada mahasiswa itu.
e. “Kami di sini memang bertindak tegas terhadap para penjahat itu”, kata Gubernur DKI kepada para wartawan dari luar negeri itu.
Kata di sini pada kalimat (d) acuannya adalah sebuah tempat duduk, tetapi pada kalimat (e) acuannya adalah satu wilayah DKI Jakarta Raya.
5. Makna Denotatif
Makna denotatif adalah makna asli, makna asal, atau makna sebenarnya yang dimiliki oleh sebuah kata. Umpamanya, kata kurus bermakna denotatif yang mana artinya ‘keadaan tubuh seseorang yang lebih kecil dari ukuran yang normal’. Kata bunga bermakna denotatif yaitu ‘bunga yang seperti kita di taman bunga’.
6. Makna Konotatif
Makna konotatif adalah makna lain yang ditambahkan pada makna denotative tadi yang berhubungan dengan nilai rasa dari orang atau kelompok orang yang menggunakan kata tersebut. Umpamanya kata kurus pada contoh di atas, berkonotasi netral, artinya tidak memiliki nilai rasa yang mengenakkan. Tetapi ramping, yaitu sebenarnya bersinomin dengan kata kurus itu memiliki konotasi positif, nilai rasa yang mengenakkan ; orang akan senang kalau dikatakan ramping. Sebaliknya, kata kerempeng, yang sebenarnya juga bersinonim dengan kata kurus dan ramping, mempunyai konotasi yang negatif, nilai rasa yang tidak enak, orang akan tidak enak kalau dikatakan tubuhnya kerempeng. Dan juga kata bunga seperti contoh di atas, jika dikatakan “Si Ida adalah bunga kampung kami”, ternyata makna bunga tak sama lagi dengan makna semula. Sifat bunga yang indah itu dipindahkan kepada si Ida yang cantik. Dengan kata lain, orang lain melukiskan kecantikan si ida yang bak bunga.
7. Makna Konseptual
Makna Konseptual adalah makna yang dimiliki oleh sebuah leksem terlepas dari konteks atau asosiasi apa pun. Kata kuda memiliki makna konseptual ‘sejenis binatang berkaki empat yang biasa dikendarai’, dan kata rumah memiliki makna konseptual ‘bangunan tempat tinggal manusia’.
8. Makna Asosiatif
Makna Asosiatif adalah makna yang dimiliki sebuah leksem atau kata berkenaan dengan adanya hubungan kata itu dengan sesuatu yang berada di luar bahasa. Misalnya, kata melati berasosiasi dengan sesuatu yang suci atau kesucian, kata merah berasosiasi dengan berani dan kata buaya berasosiasi dengan jahat atau kejahatan. Makna asosiatif ini sebenarnya sama dengan lambang atau perlambangan yang digunakan oleh suatu masyarakat pengguna bahasa untuk menyatakan konsep lain, yang mempunyai kemripinan dengan sifat keadaan, atau ciri yang ada konsep asal kata tersebut.
Jadi, kata melati yang bermakna konseptual ‘sejenis bunga kecil-kecil berwarna putih dan berbau harum’ digunakan utnuk menyatakan perlambang kesucian, kata merah yang bermakna konseptual ‘sejenis warna terang menyolok’ digunakan utnuk perlambang keberanian, dan buaya kata buaya yang bermakna konseptual ‘sejenis binatang reptil buas yang memakan binatang apa saja termasuk bangkai digunakan untuk melambangkan kejahatan atau penjahat.
Pendapat Leech (1976) seperti yang dikutip Abdul Chaer (1994 : 294), tentang makna asosiasi menyatakan bahwa, “Dalam makna asosiasi ini juga dimasukkan juga yang disebut makna konotatif, makna stilistika, makna efektif dan makna kolakatif”.
Makna stilistika berkenaan dengan pembedaan kata sehubungan dengan perbedaan sosial atau bidang kegiatan. Misalnya, dokter mengatakan penyakitnya akan diangkat maka yang dimaksud adalah dioperasi. Orang di bengkel mengatakan mesin mobil itu diangkat, maka yang dimaksud adalah diperbaiki. Makna efektif yakni makna yang menimbulkan rasa bagi pendengar. Jika seseorang menghardik kita meskipun dengan kata-kata biasa kita tentu merasakan sesuatu yang agak lain kalau kata-kata itu diucapkan dengan nada biasa.
Contoh,
a. Duduk! (dengan suara pelan)
b. Duduk! (dengan suara keras)
Makna kolakatif berkenaan dengan ciri-ciri makna tertentu yang dimiliki sebuah kata dari sejumlah kata yang bersinonim, sehingga kata tersebut hanya cocok untuk digunakan berpasangan dengan kata tertentu lainnya. Misalnya, kata tampan sesungguhnya bersinonim dengan kata-kata cantik dan indah, hanya cocok atau hanya berkolokasi dengan kata yang memiliki ciri pria. Maka, kita dapat mengatakan pemuda tampan, tetapi tidak dapat mengatakan gadis tampan. Jadi tampan tidak berkolokasi dengan kata gadis.
9. Makna Kata
Setiap kata atau leksem memiliki makna. Pada awalnya, makna yang dimiliki sebuah kata adalah makna leksikal, makna denotatif atau makna konseptual. Namun dalam penggunaan makna kata itu baru menjadi jelas jika kata itu sudah berada di dalam konteks kalimatnya atau konteks situasinya. Kita belum tahu makna kata jatuh sebelum kata itu berada di dalam konteksnya (seperti pada contoh 2.2.1 a-d). Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa makna kata masih bersifat umum, kasar, dan tidak jelas. Kata tangan dan lengan sebagai kata, maknanya lazim dianggap sama, seperti pada contoh (a) dan (b) berikut ;
a. Tangannya luka kena pecahan kaca.
b. Lengannya luka kena pecahan kaca.
Jadi, kata tangan dan kata lengan pada kedua kalimat di atas adalah bersinonim atau bemakna sama.
10. Makna Istilah
Yang disebut istilah adalah yang mempunyai makna yang pasti, jelas, dantidak meragukan, meskipun tanpa konteks kalimat. Yang perlu dingat adalah bahwa sebuah istilah hanya digunakan pada bidang keilmuan atau kegiatan tertentu. Umpamanya, kata tangan dan kata lengan yang menjadi contoh di atas. Kedua kataitu dalam bidang kedokteran mempunyai makna yang berbeda. Tangan bermakna ‘bagian dari pergelangan sampai ke jari tangan’, sedangkan lengan adalah ‘bagian dari pergelengan sampai ke pangkal bahu’. Jadi, kata tangan dan lengan sebagai istilah dalam ilmu kedokteran tidak bersinonim, karena maknanya berbeda.
Dalam perkembangan bahasa memang ada sejumlah istilah, yang karena sering digunakan, lalu menjadi kosa kata umum. Artinya, istilah itu tidak hanya digunakan dalam bidang keilmuannya, tetapi juga telah digunakan secara umum, diluar bidangnya. Dalam bahasa Indonesia, misalnya istilah spiral, virus, akomodasitelah menjadi kosa kata umum, tetapi istilah alomorf, alofon, morfem masih tetapsebagai istilah dalam bidangnya, belum menjadi kosa kata umum.
11. Makna Idiom
Idiom adalah satuan ujaran yang maknanya tidak dapat diramalkan darimakna unsur-unsurnya, baik secara leksikal maupun secara gramatikal. Umpamanya,secara gramatikal bentuk menjual rumah bermakna ‘yang menjual menerima uangdan yang membeli menerima rumahnya, tetapi dalam bahasa Indonesia bentukmenjual gigi tidak memiliki makna seperti itu, melainkan bermakna ‘tertawa keras-keras. Jadi, makna seperti yang dimiliki bentuk menjual gigi itulah yang disebutmakna idiomatikal. Contoh lain dari idiom adalah membanting tulang dengan makna ‘bekerja keras’, meja hijau dengan makna ‘pengadilan’.
12. Makna Pribahasa
Berbeda dengan idiom yang maknanya tidak dapat diramalkan secara leksikal maupun gramatikal, maka yang disebut pribahasa memiliki makna yang masih dapat ditelusuri atau dilacak dari makna unsur-unsurnya. Karena adanya asosiasi antaramakna asli dengan maknanya sebagai pribahasa. Umpamanya, pribahasa sepertianjing dan kucing yang bermakna ‘ihwal dua orang yang tidak pernah akur’. Maknaini memiliki asosiasi, bahwa binatang yang namanya anjing dan kucing jika bersuaramemang selalu berkelahi, tidak pernah damai. Contoh lain, pribahasa tong kosongnyaring bunyinya yang bermakna orang yang banyak cakapnya biasanya tidakberilmu. Makna ini dapat ditarik dari asosiasi tong yang berisi bila dipukul tidakmengeluarkan bunyi, tetapi tong yang kosong akan mengeluarkan bunyi yang kerasdan nyaring.
Fauziah. (2006). Perubahan Makna Leksikal Kata Kerja Bahasa Indonesia dari Bahasa Arab.

Kajian Observasi dua sekolah Inklusi

Order Detail
SEKOLAH INKLUSI
(Sekolah Dasar Sukamanah I dan Sekola Dasar Mutiara Bunda)

LAPORAN

Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah
Bimbingan Anak Berkebutuhan Khusus













Oleh:

Andri Adiansyah 0801552
Bambang Andriana R. 0801541
Dian Risna Hidayani 0802027
Dini Nurfitriani 0804202
Eni Lestari 0802029
Farty Afrianty 0801545
Indra Pramono
Ipah Syarifah 0803216
M. Febri. W 0801544
Neng Nurainah 0802030
Rika Octavia 0802035
Subhi Ash Shalih 0801542
Yusuf T. Herlambang 0801539




PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
KAMPUS CIBIRU
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2010
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT., sebab berkat taufik dan hidayahnya-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kegiatan observasi mengenai sekolah inklusi di Sekolah Dasar Mutiara Bunda ini.
Laporan kegiatan observasi ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah bimbingan anak berkebutuhan khusus. Disamping itu, untuk menambah wawasan penulis dalam bidang ilmu kependidikan.
Dalam pembuatan laporan kegiatan observasi ini, tidak lepas akan bantuan dari berbagai pihak, baik bantuan secara moril maupun materil. Oleh karena itu, pada kesempatan yang berbahagia ini, dengan rasa hormat penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Dra. Hj. Entang Kartika, M.Pd., selaku pengajar pada mata kuliah bimbingan anak berkebutuhan khusus dan sekaligus sebagai pembimbing dalam kegiatan observasi ini. Selain itu, penulis berterimakasih kepada rekan tim yang senantiasa memberikan nuansa kegigihan dan kerjasama yang baik.
Akhirnya tiada kata yang paling berharga selain ucapan terima kasih, harapan dan doa semoga Allah SWT memberikan balasan yang lebih baik dari segala bantuan yang telah diberikan. Amin. Penulis menyadari akan segala kekurangan.

Bandung, November 2010
Penulis












BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1 dan Undang-Undang Nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional bab III ayat 5 dinyatakan bahwa setiap warganegara mempunyai kesempatan yang sama memperoleh pendidikan. Hal ini menunjukan bahwa anak berkelainan berhak pula memperoleh kesempatan yang sama dengan anak lainnya (anak normal) dalam pendidikan.
Kehadiran sekolah khusus untuk anak-anak yang memiliki kelainan memang menjadi kebutuhan yang sangat di nanti masyarakat luas, khususnya bagi orang tua yang mempunyai anak dengan hendaya tersendiri. Dalam pemenuhan kebutuhan ini, maka pemerintah mengeluarkan kebijakan dengan mendirikan sekolah-sekolah yang di khususkan untuk menangani anak dengan berkebutuhan khusus. Diantaranya adalah mendirikan Sekolah Berkelainan (SLB), Sekolah Dasar Luar Biasa (SDSLB) dan Pendidikan Terpadu SLB. Sekolah-sekolah tersebut yang kemudian lebih dikhususkan lagi dengan masing-masing kelainan yang dimiliki anak, yakni: anak tunadaksa yang kemudian menjadi SLB Tunadaksa, tunarungu dengan SLB Tunarungu dan lain sebagainya.
B. Tujuan
Secara umum laporan ini ditujukan untuk melengkapi tugas mata kuliah bimbingan anak berkebutuhan khusus dan secara khusus ditujukan untuk mengetahui aktifitas yang terkait penyelenggaraan sekolah inklusi.
C. Jenis dan Waktu
Observasi yang peneliti lakukan termasuk kedalam jenis kegiatan obervasi dengan model pengamatan objek kajian secara keseluruhan.
Pelaksanaan kegiatan obesrvasi ini dilkaukan pada hari sabtu, 30 Nopember 2010 di SD Sukamanah dan Jumat, 5 Nopember 2010 di SD Mutiara Bunda.

D. Objek atau Sasaran
Objek yang dikaji dalam laporan ini adalah sebuah SD yang bernama SD Sukamanah I yang beralamat di daerah Majalaya kec.Paseh dan SD Mutiara Bunda yang berlokasi di Komplek Golf Garden Estate Jl. Arcamanik Endah no.3 Bandung.


























BAB II
PEMBAHASAN

A. Latar belakang
Latar belakang yang paling utama yaitu karena sekolah tersebut tedapat anak yang berkebutuhan khusus, apalagi bagi orang tua yang tidak mampu menyekolahkan anaknya ke SLB. Sebenarnya disini tidak ada inisiatif dari guru-guru untuk menjadikan sekolah ini menjadi inklusif, pemerintah sudah menunjuk sekolah ini dijadikan sekolah inklusif saja, karena melihat ada beberapa anak berkebutuhan khusus dalam belajar.
Di sekolah ini hanya ada jenis ABK yang ringan saja, ada ABK yang lamban dalam belajar, sulit belajar, hiperaktif dan tuna daksa ringan. ABK yang tuna daksa ringan maksudnya yaitu ada kelaian dalam berjalan, tidak seperti anak normal lainnya,.
Tuna daksa ringan ( Deden , kelas III ). Bila dalam belajar dia terlihat capek, apalagi dalam hal menulis, tangannya melilit dan kaku. Setelah terasa capek, dia mengeluarkan air liur dari mulutnya.
Hiperaktif dan sulit belajar ( Candra, kelas ). Dalam proses pembelajaran tak pernah mau diam.
Ada juga disini anak yang susah belajar tetapi dalam hal bidang olah raga ( bidang bola volli) dia selalu mendapat prestasi, mewakili sekolahnya dalam pertandingan bola volli.
B. Pengertian
1. Anak tunagrahita adalah anak yang mempunyai tingkat kemampuan intelektual di bawah rerata. Selain itu juga mengalami hambatan perilaku adaptif selama masa perkembangan hidupnya dari 0 tahun hingga 18 tahun.
2. Anak dengan kesulitan belajar adalah anak yang tidak mampu menguasai bidang studi tertentu yang diprogramkan oleh guru berdasarkan kurikulum yang berlaku.
3. Anak hiperaktif adalah anak yang memiliki kesulitan berkonsentrasi dalam belajarnya, hal ini disebabkan oleh perilaku anak yang tidak mampu mengendalikan dirinya.
4. Anak tunalaras, yang dimaksud disini adalah anak yang mengalami hambatan/kesulitan untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungan sosial, bertingkah laku menyimpang dari norma-norma yang berlaku dan dalam kehidupan sehari-hari sering disebut anak nakal sehingga dapat meresahkan/ mengganggu lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat.
5. Anak tunarungu adalah anak yang mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar sebagian atau seluruhnya, diakibatkan tidak berfungsinya sebagian atau seluruh indera pendengaran.
6. Anak tunanetra adalah anak yang memiliki kekurangan atau kehilangan kemampuan melihat sebagian atau seluruhnya.
7. Anak autistic adalah anak yang memiliki kelainan pada ketidakmampuan berbahasa yang diakibatkan oleh rusaknya pada otak.
8. Anak tunadaksa adalah anak yang memiliki kekurangan pada aspek fisiknya.
9. Anak tunaganda adalah anak yang memiliki kelainan lebih dari satu. Missal: kekurangan dalam melihat (tunanetra) dan kekurangan dalam mendengar (tunarungu).
10. Pendidikan inklusif adalah pendidikan di sekolah biasa yang mengakomodasi semua anak berkebutuhan khusus yang mempunyai IQ normal diperuntukan bagi yang memiliki kelainan (intelectual challenge), bakat istimewa, kecerdasan istimewa dan atau yang memerlukan pendidikan layanan khusus.
11. Kelas Khusus, adalah suatu bentuk pelayanan pendidikan bagi anak yang memerlukan pelayanan pendidikan khusus, termasuk anak tunalaras melalui kelompok belajar di lembaga pendidikan umum dengan menggunakan kurikulum umum yang berlaku di lembaga pendidikan yang bersangkutan.
12. Guru Pembimbing Khusus/Guru Bantu, adalah guru khusus yang tertugas di sekolah umum untuk memberikan bimbingan dan pelayanan kepada anak tunalaras yang mengalami kesulitan dalam mengikuti pendidikan dan sosialisasi dalam kehidupan sehari-hari di sekolah yang menyelenggarakan program Pendidikan Terpadu bagi anak tunalaras.
C. Landasan Pendidikan Inklusi
1. Undang-Undang Dasar 1945.
2. Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
3. Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1990 tentang Pendidikan Dasar.
4. Peraturan Pemerinta No. 29 Tahun 1990 tentang Pendidikan Menengah.
5. Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 1990 tentang Pendidikan Luar Biasa.
6. Peraturan Daerah No. 4 Tahun 2004 tentang Penyelenggaraan Sistem Pendidikan.
7. Keputusan Mendikbud No. 002/U/1986 tentang Pendidikan Terpadu bagi Anak Cacat.
8. Keputusan Mendikbud No. 0491/U/1992 tentang Pendidikan Luar Biasa.
9. Keputusan Mendikbud No. 0126/U/1994 tentang Kurikulum Pendidikan Luar Biasa.
10. Keputusan Mendiknas No. 031/O/2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Direktorat Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional.














SD SUKAMANAH I
Visi
• Meningkatkan minat baca dikalangan siswa.
• Membentuk siswa yang jujur, terampil dan takwa berbudaya.
• Meningkatkan kualitas lulusan.
Misi
• Meningkatkan pelayanan anak selaku insan pendidikan.
• Menciptakan hubungan yang baik antara sekolah dan masyarakat serta pemerintahan setempat.
A. Penggolongan Anak
DAFTAR PESERTA DIDIK BERKEBUTUHAN KHUSUS
TAHUN PELAJARAN 2010-2011

NO NAMA SISWA KELAS JENIS KELAINAN
1 AZIS ROHEDI I Kesulitan Belajar
2 TIKA KARTIKA I Lamban Belajar
3 ANDINI I Lamban Belajar
4 SITI AISAH II Kesulitan Belajar
5 DEDE YUSTIAWAN II Lamban Belajar
6 DEDEN SYAHRONI II Lamban Belajar
7 MELINDA II Lamban Belajar
8 CANDRA III Kesulitan Belajar
9 DEDEN SYITSA A. III Tuna Daksa Ringan
10 NURUL III Kesulitan Belajar
11 AZAM IV Lamban Belajar
12 WITRI IV Lamban Belajar
13 SOPANDI V Lamban Belajar
14 TOMI V Lamban Belajar
15 NANDI V Lamban Belajar
16 DELLA V Kesulitan Belajar
17 ANDIKA VI Lamban Belajar
18 MOH. RAMDAN B. VI Lamban Belajar
19 DESSY SRI RAHAYU VI Lamban Belajar

B. Tehnik Mengenal Anak
1. Psikotes yaitu psikotes yang dilakukan untuk mengetahui kematangan sosial dan gangguan emosi. Hal ini yang berhak melakukan psikotes dan mengumumkannya adalah psikolog, psikiater, dan counselor, atau orang lain di bawah bimbingannya.
2. Sosiometri adalah alat tes yang digunakan untuk melihat/ mengetahui suka atau tidaknya seseorang. Caranya ialah tanyakan kepada para anggota kelompok siapa diantara anggotanya yang mereka sukai. Setiap anggota hendaknya memilih menurut pilihannya sendiri. Dari jawaban itu akan diketahui siapa yang lain disukai oleh para anggota.
3. Membandingkan dengan tingkah laku anak, dengan metode ini dapat kita ketauhi melalui jalan membandingkan tingkah laku anak dengan tingkah laku anak pada umumnya.
4. Memeriksakan ke Biro Konsultasi Psikolog, hal ini berguna unutk dapat membedakan apakah seorang anak mempunyai kelainan A atau B dan seterusnya.

HASIL PERTEMUAN KASUS (CASES CONFERENCE)
ANAK DENGAN BERKEBUTUHAN KHUSUS
Nama : Sri Wulandari
Uraian Kasus : Disleksia, gangguan penglihatan dan sering tidak masuk sekolah.
Saran Pemecahan : Remedial membaca, periksa dokter/pindah tempat duduk, perlu perhatian orang tua.

C. Penyelenggaraan Sekolah Inklusi
1. Pelayanan Pendidikan
Kendala atau hambatan yang dihadapi yaitu terutama dalam masalah kegiatan belajar di kelas
2. Bentuk Satuan dan Lama Pendidikan
3. Peserta Didik
4. Tenaga Kependidikan
STRUKTUR ORGANISASI
INKLUSI SDN SUKAMANAH KEC. PASEH
KAB. BANDUNG




























5. Program Pengajaran
6. Bimbingan Rehabilitas
7. Pola Penyelenggaraan
8. Sarana dan Prasarana
sarana dan prasarana atau fasilitas khusus di sekolah ini tidak ada, karena melihat dari ABK itu sendiri yang masih bisa disebut ABK ringan, guru-guru disini beserta sudah merencanakan akan
D. Program Pembinaan Sekolah
1. Program Bidang Pengajaran
2. Program Bimbingan Penyuluhan




















SD MUTIARA BUNDA
VISI
Mewujudkan/ menyelenggarakan sebuah lembaga pendidikan yang bernuansa Islami dan berwawasan global sehingga menghasilkan individu yang siap menghadapi berbagai tantangan hidup di era globalisasi nanti, menjaga lingkungannya dan bermanfaat bagi masyarakat.
Misi
1. Mengembangkan semaksimal mungkin potensi yang ada pada individu dengan segala kelebihan dan kekurangannya.
2. Membantu orang tua untuk menyiapkan anak-anak dalam menghadapi era globalisasi dengan dasar agama dan kepribadian yang baik.
3. Memberikan lingkungan yang beragam bagi anak-anak agar lebih peka terhadap lingkungannya yang penuh keberagaman.

A. Sekilas SD Mutiara Bunda
SD Mutiara Bunda berdiri pada tahun 2001. Pada mulanya, SD Mutiara Bunda adalah rumah biasa yang kemudian atas rujukan dosen PLB rumah tersebut dijadikan SD Inklusi. Penerimaan anak ABK hanya ± 9 anak dalam tiap tahunnya. Sistemnya waiting list, jadi untuk mendaftarkan ABK itu sendiri bisa dikatakan antri atau sudah ada pesanan.
Satu level ada tiga kelas, misalnya level 1 ( kelas 1 ) ada 3 ruang (kelas 1 Hoki, kelas 1 Basket, kelas 1 Tenis). Jadi jumlah ruang belajar di SD tersebut ada 18 kelas, mulai dari kelas satu sampai enam. Tiap kelas terdiri dari 25 siswa sehingga dari 18 kelas, jumlah keseluruhan siswa sebanyak 450 siswa. Salah satu alasan mengapa di SD tersebut tidak menggunakan urutan abjad untuk penamaan kelasnya karena di sekolah tersebut tidak ada pembedaan kualitas kelas. Di samping itu, penamaan kelas menggunakan istilah olahraga karena banyak jalan di sekitar SD tersebut menggunakan nama cabang olahraga, misalnya Jalan Golf dan Jalan Pacuan Kuda.


B. Jenis dan Jumlah Abk
Di sekolah tersebut ada semua jenis ABK, kecuali tunanetra. ABK yang ada di antaranya: tunarungu, autis, tunagrahita, gangguan konsentrasi, tunaganda, dan low learner. Tiap kelas terdapat 3 anak ABK, jadi tiap kelas (level) ada 9 anak ABK. Jumlah ABK keseluruhan dari kelas 1 sampai 6 berjumlah 54 siswa.
C. Kurikulum
Kurikulum yang digunakan menggunakan kurikulum pada umumnya dan untuk menangani anak ABK itu sendiri para tenaga pengajar termasuk guru kelas merumuskan atau membuat program sendiri yang sesuai dengan kemampuan anak ABK yang dinamakan lesson plan yaitu suatu rumusan yang di dalamnya terdapat tahap-tahap pembelajaran di mana anak ABK tersebut harus mencapai satu kemampuan dan dilaksanakan di tengah semester. Bila anak ABK sudah mampu mencapai tahap yang pertama, kemudian anak tersebut harus mampu mencapai kemampuan pada tahap yang kedua, dan selanjutnya.
Hasil rumusan yang disebut lesson plan itu juga, orangtua siswa ABK harus mengetahuinya sehingga pada satu kesempatan para pengajar melaporkan dan menjelaskan tentang program tersebut untuk menunjang ketercapaian kemampuan anaknya.
D. Tenaga Pendidik
Dalam satu ruangan kelas terdapat tiga pembimbing (guru kelas, assisten 1 dan assisten 2). Guru kelas bertanggungjawab penuh atas perkembangan anak didiknya. Sedangkan asisten 1 dan 2 hanya membantu tugas guru kelas. Jadi di dalam kelas tidak ada guru pembimbing khusus untuk anak ABK.
Di ruang khusus yang disebut USA ( Unit Stimulasi Anak ) untuk anak berkebutuhan khusus ada lima pembimbing yang memiliki peran dan tugas masing-masing. Ada pembimbing untuk bahasa komunikasi, persepsi, motorik halus, motorik kasar.
Sebelum menjadi tenaga pengajar di sekolah ini, ada tes terlebih dahulu. Akan tetapi tidak ada persyaratan khusus dalam penerimaan pengajar di sini dan tidak selalu yang lulusan kependidikan, tetapi yang paling penting adalah mempunyai skill, kemampuan dan pengalaman yang baik. Staf pengajar di sekolah ini ada yang lulusan ekonomi, perhutanan, lulusan dari UIN, bahkan kepala sekolahnya juga lulusan Sastra Perancis.
E. Pembelajaran
Pembelajaran di SD Mutiara Bunda dimulai dari jam 7.30. Untuk kelas 1 dan 2, pulang jam 13.30, sedangkan kelas 3-6 pulang jam 14.30. Satu jam pembelajaran selama 30 menit. Pembelajaran dilaksanakan dari hari senin sampai jum’at. Pada hari jum’at, ada kegiatan assembly di mana beberapa kelas menampilkan kreativitasnya. Jadwal assembly sendiri ada tiga kali, yaitu jam 9.20-10.00, 13.00-13.40 dan 14.00-14.30.
Di sekolah ini sudah menerapkan pembelajaran terpadu, yaitu jenis tematik. Di samping itu, ada Program Pengajaran Individual ( PPI ) yang mana siswa ABK tertentu diharuskan mengikutinya. Karena di sekolah ini juga terdapat ruangan khusus untuk ABK yaitu Unit Stimulasi Anak (USA), sehingga anak ABK pada jam-jam tertentu dibawa keruangan tersebut untuk mendapatkan pengajaran yang belum mencapai tingkat kemampuannya. Di ruang USA tersebut, setiap anak memiliki waktu 30 menit untuk mendapatkan pengajaran yang belum dipahaminya, baik itu bahasa komunikasi, persepsi dan yang lainnya karena pada ruang khusus USA tersebut biasanya hanya Mata Pelajaran Matematika dan Bahasa Indonesia yang sulit dimengerti oleh anak ABK.
F. Sarana dan Prasarana
Di SD Mutiara Bunda terdapat Ruang Perpustakaan yang telah disediakan untuk para siswa belajar terutama anak ABK. Para siswa difasilitasi Lab. Komputer untuk menunjang kegiatan belajarnya. Ada 25 komputer di Lab ini sehingga dalam belajarnya masing-masing anak mendapatkan 1 komputer.
Salah satu sarana olahraga yang disediakan terdapat tiga lapangan besar di SD ini, biasanya digunakan untuk olahraga Footsal untuk para siswa dan Aula (untuk anak mendemonstrasikan karya dan kreatifitasnya).
G. Tes Masuk
Dalam penerimaan siswa baru khususnya untuk ABK dilaksanakan tidak seperti tes yang diberikan pada anak normal, namun tes untuk ABK dengan memberikan tes kemampuan untuk membantu pengidentifikasian kebutuhan ABK agar sekolah dapat memberikan yang terbaik untuk ABK, selain itu agar memudahkan sekolah dalam mengklasifikasikan ABK (berat, sedang, ringan) yang akan ditempatkan tiap kelas.
H. Ruang Khusus
USA ( Unit Stimulasi Anak ) adalah ruangan khusus untuk anak ABK. Di dalam ruangan tersebut banyak terdapat media-media untuk pengajaran. Seperti pada pembelajaran Bangun Ruang, medianya juga diciptakan semenarik mungkin dan warna-warna yang digunakan sangat mencolok.
Pada sekolah ini, tidak seperti di SD yang lain. Sekolah mempunyai ruang guru. Namun di sini guru kelas diam saja di kelasnya dengan perlengkapan yang menunjang, jadi guru kelas tersebut mempunyai ruangan yang menyatu dengan kelas yang diajarnya. Karena anak tidak boleh ditinggalkan dan selalu mendapatkan pengontrolan. Kelas atau ruangan tersebut sangat luas sekali. Di dalamnya terdapat meja, kursi, komputer untuk guru kelas, loker, media-media pembelajaran, dsb. Jadi ruangan tersebut diciptakan semenarik mungkin dan seindah mungkin oleh guru kelas dan dibantu oleh assistennya, tergantung kekreatifan guru itu sendiri.
E. Pengembangan Pendidikan
Yang menjadi sasaran pokok dalam pengembangan adalah usaha pemerataan dan perluasan kesempatan belajar dalam rangka penuntasan wajib belajar pendidikan dasar. Biasanya anak yang berkebutuhan khusus itu segera saja dikeluarkan dari sekolah karena dianggap membahayakan. Dengan usaha pengembangan sekolah inklusi ini berarti kita memberi wadah seluas-luasnya sekaligus pemenuhan atas hak sebagai WNI serta lebih khusus lagi sebagai tempat mereka memperoleh perbaikan kepribadiannya.
Dengan adanya sekolah inklusi berarti membantu para orangtua anak yang sudah kewalahan mendidik puteranya dan juga membantu anaknya untuk menikmati pendidikan layaknya anak normal pada umumnya.
Pengembangan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus sebaiknya diselenggarakan dengan disertakan usaha Bimbingan Penyuluhan di sekolah-sekolah khusus. Sehingga apabila guru sulit memahami dan memecahkan masalah dalam menangani siswa, guru dapat mengadakan konsultasi dan meninjau langsung pada guru-guru di sekolah khusus dan secara langsung dapat melihat siswa tersebut.




























BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Setelah kami observasi ke SD Sukamanah I dan SD Mutiara Bunda ternyata ada beberapa perbedaan, diantaranya kegiatan pembelajarannya, sarananya, guru khususnya dan jenis serta jumlah ABK. Hal ini dikarenakan di SD Sukamanah I adalah SD Inklusi sederhana, sedangkan SD Mutiara Bunda adalah salah satu SD Inklusi favorit di Bandung.
B. Saran
untuk SD Sukamanah I sarannya sebagai berikut:
1. Sarana pembelajaran ABK untuk dilengkapi.
2. Memiliki guru khusus untuk ABK.

Hambatan Perkembangan Peradaban Islam di Indonesia

Order Detail
Sebagai mana watak dasarnya, Islam datang ke Indonesia dengan jalan damai, bukan dengan kekerasan. Ajaran Islam pada mulanya di bawa oleh individu-individu, yang menurut penyelidikan konon adalah para pedagang. Islam tidak dating ke Indonesia, sebagaimana di tempat lain, sekaligus secara utuh, melainkan melalui aspek-aspek tertentu yang menonjol sesuai dengan kemampuan dan kecenderungan si pembawanya. Begitujuga Rasulullah dahulu. Islam diajarkannya secara berangsur-angsur. Namun demikian untuk menegakan Islam yang lebih utuh, diperlukan proses yang panjang dan berangsur-angsur.
Perkembangan Islam di Indonesia dibagi menjadi tiga periode: zaman mitos, zaman ideologi, periode idea tau ilmu. Periodisasi ini dibuat berdasarkan sosiologi pengetahuan, yakni dengan melihat bentuk-bentuk kesadaran umat dalam suatu masa, pada zaman mitos, umat memiliki kepercayaan mistis-religius, sehingga dasar pengetahuan waktu itu menjadi mitos.
Ketika agama mulai berkembang disuatu tempat dengan sekian banyak pemeluknya, tentu saja suatu penyimpangan dari ajaran aslinya tidak dapat di hindarkan. Ada saja hal-hal yang menyimpang daru ajaran aslinya. Di Jawa, misalnya karena pemeluk Islam sebelumnya sudah dibentuk dengan budaya hidup Hindu-Budha, maka saat memeluk Islam pun sisa-sisa ajaran yang dahulu dianutnya pun masih melekat. Bila perkembangan peradaban Islamnya lebih banyak, maka ajaran Islam pun akan lebih dominan. Tetapi bila Islamnya sedikit, tentu peradaban Islam yang berkembangnya pun di dominasi oleh peradaban dari agama sebelumnya. Hal tersebut merupakan suatu hal yang biasa terjadi, tetapi tentu saja diperlukan suatu proses panjang, agar perkembangan peradaban Islam yang masuk dan membaur dapat dipelajari secara utuh. Bila Islam pada awal ke hadirannya bersikap keras, tidak mau mentolelir budaya lain, maka proses perkembangan Islam ke Indonesia akan sulit membaur di daerah-daerah baru. Tetapi apabila proses penjernihan budaya masa lampau sebelum Islam masih ada, maka Islam lambat laun akan terseret kepada budaya luarnya. Inilah yang menjadi salah satu hambatan yang dihadapi, dimana masyarakat mengaku Islam, tetapi Islam yang dipelajarinya hanya sebagaian ajaran Islam, dan yang lebih dominan adalah paham local, dimana ajaran dahulu sebelum Islam hadir.
Ajaran Islam yang sudah membaur dengan Hindu dan serba takhayul itu, tentu harus di jerbihkan, agar Islam itu diterima secara utuh. Tradisi keilmuan di Indonesia, dikalangan ulama misalnya Islam msih terhenti pada arena normative. Islam yang pada mulanya mengenal tradisi ilmiah, seperti pada zaman Rasulullah dan zaman Khulafaur Rasyidin, diterima menjadi tradisi yang semata-semata normative. Seperti yang dikemukakan oleh Kuntowjoyo, 1994: 32) menyatakan bahwa ada berbagai penyebab Islam yang pada mulanya mengenal tradisi Islamiyah, seperti pada zaman Rasulullah dan zaman Khulafaur Rasyidin diterima menjadi tradisi yang semata-mata normative. Diantaranya: pertama, jarak Indonesia dengan pusat Islam terlalu jauh; kedua, Islam yang sampai ke Indonesia adlaah Islam kosmopolitan. Dimana hubungan antar pemeluk Islam sedunia begitu dekat. Ia lalu menjadi Islam parochial yang local; ketiga, Islam di Indonesia menjadi Islam pedesaan dan menjadi Islam petani.
Hal tersebut diatas berbeda dengan Timur Tengah yang memiliki kaum pedagang yang mobil, setidak-tidaknya, hingga sebelum abad XV, mobilitas para pedagang itu tingi. Tapi ketika sampai di Indonesia, ia menjadi Islam petani yang mobilitasnya menurun. Ia pun dipengaruhi oleh budaya agraris yang relative statis dan percaya mistik.

Kebahasaan (fonologi dan morfologi)

Order Detail
SEMANTIK

(Konsep Ilmu Semantik)


MAKALAH


Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas
Mata Kuliah Kebahasaan (Fonologi danMorfologi)

















Oleh

Subhi Ash Shalih
0801542




PROGRAM S-1 PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
KAMPUS CIBIRU
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2010
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT., sebab berkat taufik dan hidayahnya-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Semantik” ini.
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah kebahasaan (Fonologi dan Morfologi). Disamping itu, untuk menambah wawasan penulis dalam bidang ilmu kependidikan dan kebahasaan.
Dalam pembuatan makalah ini, tidak lepas akan bantuan dari berbagai pihak, baik bantuan secara moril maupun materil. Oleh karena itu, pada kesempatan yang berbahagia ini, dengan rasa hormat penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Bpk Yunus Abidin, Mpd. selaku dosen mata kuliah kebahasaan (fonologi dan morfologi) yang telah memberikan arahan materi kebahasaan dan kepada teman-teman yang selalu memberikan motivasi serta arah dalam pembuatan makalah ini.
Akhirnya tiada kata yang paling berharga selain ucapan terima kasih, harapan dan doa semoga Allah SWT memberikan balasan yang lebih baik dari segala bantuan yang telah diberikan. Amin. Penulis menyadari akan segala kekurangan.

Bandung, Oktober 2010
Penulis












SEMANTIK

A. Pendahuluan
Bahasa merupakan kebutuhan yang sangat pokok bagi kehidupan manusia. Namun tanpa kehadiran bahasa, manusia akan mengalami kesulitan dalam berinteraksi antara satu dengan lainnya. Hal ini meyakinkan, bahwa pentingnya manusia untuk menyikapi sekaligus mempelajari bagaimana bahasa itu digunakan, agar tidak menimbulkan kesalahpahaman antara penyampai bahasa dan penerima bahasa.
Berkaitan dengan pemaparan di atas, maka penulis mencoba untuk memberikan gambaran terkait dengan permasalahan pemaknaan bahasa yang selanjutnya akan dikaji dalam ilmu linguistik yang dipelajari dalam sebuah kajian semantik atau bisa disebut dengan cabang linguistik yang khusus meneliti tentang makna atau arti yang berkenaan dengan bahasa sebagai alat komunikasi verbal.
Dalam ringkasan buku ini, sedikitnya penulis akan menjelaskan sekilas tentang pengertian semantik, jenis semantik, perkembangan semantik, dan hubungan semantik dengan ilmu lain. Selanjutnya, akan penulis paparkan sebuah penegasan materi tentang semantik pada bagian penutup sebagai kesimpulan yang sekiranya memberikan gambaran terkait dengan cabang ilmu linguistik semantik (ilmu makna).
B. Pembahasan
1. Pengertian Semantik
Semantik dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Yunani ‘semainein’ yang berarti ‘bermakna’. Kata bendanya adalah ‘sema’ yang berarti ‘tanda’ atau ‘lambang’. Kata kerjanya adalah ‘semaino’ yang berarti ‘menandai’ atau ‘memaknai’. Yang dimaksud tanda atau lambang disini adalah tanda-tanda linguistik (Perancis : signé linguistique). Menurut Ferdinan de Saussure (1966), tanda lingustik terdiri dari : 1) Komponen yang menggantikan, yang berwujud bunyi bahasa. 2) Komponen yang diartikan atau makna dari komopnen pertama. Kedua komponen ini adalah tanda atau lambang, dan sedangkan yang ditandai, dilambangkan atau dimaknai adalah sesuatu yang berada di luar bahasa, atau yang lazim disebut sebagai referent / acuan / hal yang ditunjuk.
Banyak ahli yang telah berusaha untuk mendefinisikan atau memberikan batasan tentang semantik. Ternyata dari pengertian tersebut ada pula yang berbeda. Berikut pengertian semantik menurut para ahli.
a. Semantik adalah cabang linguistik yang bertugas semata-mata meneliti makna (Verhaar, 1964: 1)
b. Semantik adalah studi tentang makna [(Palmer, 1981: 9) dan (Aminudin1983: 15)]
c. Semantik adalah studi tentang makna bahasa (Katz, 1971: 3)
Jika kita telaah dari ketiga pengertian di atas, maka pengertian semantik menurut Verhaar adalah terasa sempit, karena semantik hanya menelaah makna kata, sedangkan dalam ilmu linguistik mengkaji pula tentang frasa, klausa, kalimat, dan wacana. Pengertian menurut Palmer dan Aminudin kajiannya sangat luas, karena tidak hanya mengkaji makna satuan-satuan bahasa saja, namun memungkinkan adanya pemaknaan dari berbagai bidang telaahan/studi. Berikutnya pengertian menurut Katz kajiannya tidak terlalu sempit dan juga tidak terlalu luas. Hal ini diperkuat oleh pendapat Leech 1974: x bahwa ‘semantik adalah salah satu cabang linguistik, yaitu kajian ilmu yang mengkaji bahasa. Lebih lanjut ia mengemukakan bahwa fonologi dan sintaksis mengkaji struktur bahasa, sedangkan semantik mengkaji makna yang diungkapkan dalam struktur tersebut.
2. Jenis-jenis Semantik
Seperti yang kita ketahui, bahwa semantik ialah ilmu yang mengkaji makna bahasa, maka yang menjadi objek semantik adalah makna bahasa atau makna dari satuan-satuan bahasa, seperti kata, frasa, klausa, kalimat, dan wacana.
Berdasarkan pada satuan-satuan bahasa, maka tataran bahasa (linguistik) yang menjadi objek studi semantik adalah sebagai berikut.
a. Wacana (Semantik Wacana)
Jenis semantik ini bertugas mengkaji makna wacana. Dalam hal ini, pemaknaan suatu wacana tidak terlepas dari pola berpikir yang runtun dan logis.
Contoh:
Kalimat Lepas : pada siang hari langit begitu cerah. langit mendadak gelap. Hujan turun sangat deras.
Kalimat runtun : pada siang hari langit bergitu cerah, namun beberapa kemudian langit mendadak gelap dan hujanpun turun sangat deras.
b. Tatabahasa/ gramatika: morfologi dan sintaksis (Semantik Gramatikal)
Jenis semantik ini mengkaji tentang makna satuan-satuan gramatika, baik yang berupa morfologi maupun sintaksis.
Contoh:
Morfologi:
Batal = tidak jadi dilangsungkan
Pembatalan = proses atau cara pembatalan
Sintaksis
Frasa
Rumah = tempat tinggal manusia (umum)
Rumah tua = tempat tinggal manusia yang sudah tua (khusus)
Kalimat
Orang itu bisa mengobati berbagai penyakit aneh
Hati-hati bisa ular itu sangat berbahaya
c. Leksikal (Semantik Leksikal)
Jenis semantik ini mengkaji makna yang ada pada leksikon yang belum dimasukkan ke dalam konteks, baik konteks gramatika (morfologi dan sintaksis) maupun konteks wacana.
Contoh: ganggu = goda, usik, dekat = pendek, tidak jauh
d. Fonologi (Pembeda Makna)
Fonem merupakan sebagian satuan bahasa terkecil, tidak memiliki makna, hanya berfungsi sebagai pembeda makna. Namun jika disusun membentuk kata-kata, maka fonem-fonem tersebut bias membedakan makna.
Contoh: bata  batu berbeda karena adanya fonem a dan u.
3. Perkembangan Semantik
Semantik merupakan cabang ilmu linguistik yang dikhususkan mengkaji tentang makna bahasa. Mengingat pentingnya dalam memaknai sebuah bahasa, dalam hal ini telah dijelaskan lebih dalam oleh Leech (1974: x) bahwa semantik merupakan pusat kajian komunikasi verbal yang didasari oleh pikiran manusia. Meskipun demikian, ilmu semantik tidak lain adalah salah satu cabang ilmu linguistik yang kemunculannya sangat tertinggal dibanding ilmu lainnya (ilmu baru).
Ilmu semantik pertama kali diperkenalkan ratusan tahun sebelum masehi oleh Asosiasi Filolofi Amerika di Yunani. Salah satu pemikirnya yaitu Aristoteles, seorang ahli yang pertama kali menggunakan istilah ‘makna’ melalui definisi istilah ‘kata’. Menurut pendapatnya, ‘kata’ adalah satuan bahasa terkecil yang mengandung makna. Dalam hal ini plato menyatakan bahwa bunyi-bunyi bahasa secara implicit mengandung makna-makna tertentu. Hanya pada saat itu belum ada batasan yang jelas antara etimologi, studi makna, dan studi makna kata.
Pada tahun 1820-1925 seorang ahli klasik yang bernama C. Chr. Reisig telah mengemukakan konsep baru tentang gramatika. Ia berpendapat bahwa gramatika terdiri atas tiga unsure utama, yaitu
a. Semasiologi: studi atau kajian tenatang tanda;
b. Sintaksis: studi atau kajian tentang kalimat;
c. Etimologi: studi atau kajian tentang asal-usul kata, perubahan bentuk kata, dan perubahan makna.
Pemikiran Reisig telah memunculkan konsep baru tentang gramatika, yang selanjutnya diklasifikasikan ke dalam tiga periode: pertama, ditandai dengan istilah underground period., kedua, masa ini ditandai dengan munculnya karya sarjana Perancis, Michael Breal. Pada tahun 1883 melalui karangannya yang berjudul Essai de Semantique. Ia pun beranggapan bahwa semantik sebagai ilmu yang ‘murni-historis’, dengan kata lian, pada masa itu kajian semantik masih berkaitan dengan unsur-unsur yang ada di luar bahasa itu sendiri yakni dalam perubahan makna, psikologi, dan ilmu lain. Sedangkan pada masa ketiga ditandai dengan munculnya karya filolog Swedia, Gustaf Stern, yang berjudul Meaning and Change of Meaning, with Special Reference to the English Language pada tahun 1931. Dalam karyanya Stern telah melakukan studi tentang makna secara empiris dengan bertitik tolak pada suatu bahasa, yaitu bahasa Inggris.
Perkembangan semantik masih berlanjut dengan paradigma bahwa puluhan tahun sebelum munculnya Stern telah ditemukan kegiatan dalam pengumpulan bahan perkuliahan dari seorang guru Ferdinan de Saussure, dari sini muncul lah karya seassure dan menimbulkan perbedaan pandangan tentang semantik. Perbedaan itu antara lain
1. Pandangan atau pendekatan historis (diakronis) mulai ditinggalkan dan beranjak pada pendekatan deskriptif (sinkronis);
2. Semantik mulai dipengaruhi statistika;
3. Studi semantik terarah pada bahasa tertentu, tidak bersifat umum;
4. Hubungan antara bahasa dengan pikiran mulai dipelajari;
5. Semantik telah melepaskan diri dari filsafat, tetapi tidak berarti bahwa filsafat tidak membantu perkembangan semantik (Ulman, 1977: 8).
4. Hubungan Semantik dengan Ilmu Lain
Pada uraian di muka telah dijelaskan bahwa semantik adalah ilmu yang mengkaji makna bahasa. Bahasa memiliki beberapa fungsi yang cukup kompleks, antara lain:
a. Instrumental: alat untuk memenuhi kebutuhan material;
b. Regulatory: mengatur dan mengontrol perilaku individu yang satu dengan yang lain dalam suatu hubungan social;
c. Interaksional: menciptakan jalinan hubungan antara individu yang satu dengan yang lain;
d. Personal: media identifikasi dan ekspresi diri;
e. Heuristik: untuk menjelajahi, mempelajari, memahami dunia sekitar;
f. Imajinatif: mengkreasikan dunia dalam kesadaran dunia batin seseorang;
g. Informative: media penyampai pesan dalam kegiatan komunikasi, media penafsir keseluruhan pengalaman batin seseorang (Aminudin, 1988: 18).
Selain dari beberapa hal tentang hubungan semantik dengan ilmu lain di atas, ternyata semantik pun memiliki keterhubungan dengan disiplin ilmu lainnya, yaitu filsafat, psikologi, antropologi, sastra dan linguistik.
1) Semantik dan Filsafat
Filsafat merupakan ilmu yang mengkaji kearifan, pengetahuan, dan hakikat realitas. Dengan ini, semantik dalam kajian ilmu filsafat memiliki fungsi yakni ketepatan dalam menyusun simbol bahasa agar membentuk sebuah pola kalimat atau struktur realitas secara benar. Perhatikan contoh berikut: “Andi dan Anita mulai gawat darurat.” Bisa saja dimaknai “Andi dan Anita sakit keras.” Sementara yang dimaksud penutur adalah “Hubungan Andi dan Anita sudah tidak harmonis.” Hal ini meyakinkan bahwa penggunaan logika dalam sebuah bahasa sangatlah penting, sebaliknya yakni tanpa penggunaan logika dalam menyusun kalimat, memungkinkan munculnya salah penafsiran antar penutur dan penerima.
2) Semantik dan Psikologi
Psikologi adalah ilmu yang mengkaji hakikat dan gerak-gerak jiwa. Psikologi mengkaji tentang kebermaknaan jiwa, sedangkan semantik kebermaknaan kata atau satuan ujaran dalam bahasa. Dengan kata lain, keberadaan kata tidak hanya dimaknai dalam struktur bunyi dan bentuk tulisannya saja, namun pada makna yang terkandung dalam satuan bahasa tersebut. Missal: “Kau ini seperti kelelawar!” dapat kita simpulkan, sikap marah yang dimunculkan oleh orang tua telah diasosiasikan terhadap perilaku kelelawar.
3) Semantik dan Antropologi serta Sosiologi
Semantik dianggap berkepentingan dengan antropologi dikarenakan analisis makna pada sebuah bahasa, menalui pilihan kata yang dipakai penuturnya, akan dapat menjanjikan klasifikasi praktis tentang kehidupan budaya Penggunaan / pemilihan kata ‘ngelih’ ataupenuturnya. Contohnya : ‘lesu’ yang sama-sama berarti ‘lapar’ dapat mencerminkan budaya penuturnya. Karena kata ‘ngelih’ adalah sebutan untuk ‘lapar’ bagi masyarakat Jogjakarta. Sedangkan kata ‘lesu’ adalah sebutan untuk ‘lapar’ bagi masyarakat daerah Jombang.
Sedangkan dalam keterhubungan dengan sosiologi dikarenakan seringnya dijumpai kenyataan bahwa penggunaan kata tertentu untuk mengatakan sesuatu dapat menandai Penggunaan / pemilihan identitas kelompok penuturnya. Contohnya : kata ‘cewek’ atau ‘wanita’, akan dapat menunjukkan identitas kelompok penuturnya. Kata ‘cewek’ identik dengan kelompok anak muda, sedangkan kata ‘wanita’ terkesan lebih sopan, dan identik dengan kelompok orang tua yang mengedepankan kesopanan.
4) Semantik dan Sastra
Sastra menggunakan bahasa sebagai media pemaparannya. Bebeda dengan bahasa yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Bahasa dalam sastra mempunyai keunikan tersendiri karena didalamnya mencakup ekspresi si penulis. Mengingat begitu kompleksnya makna dalam sastra, oleh sebab itu, pernan semantik sangat penting dalam kajian sastra terutama bila sudah berhadapan dengan kajian makna dalam gaya bahasa. Dengan demikian, untuk memahami isi atau bahasa dalam sastra harus memerlukan penghayatan yang khusus dan lebih mendalam serta memiliki dasar pengetahuan tentang ilmu yang berkaitan. Misal ilmu humanitas dan lain sebagainya.
Makna bahasa yang digunakan dalam sastra dibagi menjadi beberapa tingkatan, antara lain
a) Unit makna literal yang secara tersurat mempresentasikan bentuk kebahasaan yang digunakan;
b) Dunia rekaan pengarang;
c) Dunia yang dipandang dari titik pandang tertentu;
d) Lapis dunia atau pesan yang bersifat metafisis.
5) Semantik dan Linguistik
Linguistik adalah ilmu yang mengkaji bahasa. Baik itu dalam bentuk kata, frasa, kalimat, atau wacana. Berikut contohnya:
Baju
Baju baru
Baju baru yang dibeli ibu dari pasar baru
Baju baru yang dibeli ibu dari pasar baru kemarin
Baju baru yang dibeli ibu dari pasar baru kemarin sangat mahal
Dari bentuk-bentuk bahasa di atas dapat disimpulkan bahwa ada makna yang muncul dalam tataran morfologi, seperti makna ‘baju’; dalam tataran sintaksis, seperti makna frase ‘baju baru’ atau makna kalimat ‘baju baru itu sangat mahal.’; dan dalam tataran wacana, seperti ‘ibu kemarin pergi ke pasar baru. Di sana ia membeli baju baru. Harga baju baru itu sangat mahal.’
C. Penutup
Seiring dengan perkembangan zaman, penggunaan bahasa yang digunakan manusia semakin bervariasi dan unik. Bentuk yang disuguhkan bisa berupa variasi dalam intonasi, struktur, bahkan dilengkapi dengan seni gerak yang menggelikan. Hal ini perlu kita hargai, karena pada hakikatnya bahasa hanya memerlukan adanya kesepakatan sekaligus penerimaan dari si penerima bahasa yang nantinya dirasa pantas untuk digunakan dalam kehidupannya.
Adapun yang sering menjadi polemik dalam penggunaan bahasa saat ini perlu adanya pengkajiian ulang dengan pemikiran yang jernih dan terstruktur. Hal ini menekankan, bahwa adanya pemaknaan bahasa melalui proses identifikasi terhadap bahasa baru.
Semantik adalah cabang ilmu linguistik yang mempelajari tentang arti dan pemaknaan bahasa atau kata yang berkenaan dengan bahasa sebagai alat komunikasi verbal. Kajian ilmu semantik bagitu luas, bahkan beberapa studi keilmuan menggunakan fungsi pemaknaan bahasanya secara tersendiri. Strukturisasi pemaknaan kata yang diterapkan dalam ilmu semantik memungkinkan kita dalam memberikan pemaknaan yang mendalam dari beberapa struktur bahasa, seprti frasa, kalimat, atau wacana. Misal: Panjang/Tangan (pencuri/bagian anggota badan/jarak).
Oleh karena itu, memaknai sebuah bahasa sangatlah penting, meski pun bersifat praktis. Namun, kemudahan dan keberhasilan dalam menyampaikan bahasa tidak akan kita peroleh melalui perbincangan semata. Dalam proses penyerapan bahasa memerlukan filterisasi yang utuh, sehingga bahasa yang akan diperoleh menjadi lebih mudah dipahami.
D. Referensi
Prawirasumantri, A., Nunung, S., dan Iim, R. (1997). Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Depdikbud.
Rahardi, K. (2006). Dimensi-dimensi Kebahasaan ‘Aneka Masalah Bahasa Indoensia Terkini’. Yogyakarta: Erlangga.
Resmini, N., Iyos A.R., Basyuni. (2006). Kebahasaan I (Fonologi, Morfologi, dan Semantik). Bandung: UPI Pers.
Susandi. (2003). Pengantar Semantik. [Online]. Tersedia: http://susandi.wordpress.com/seputar-bahasa/semantik/. [07 Oktober 2010]
Taufik, D. (2009). Semantik. [Online]. Tersedia: http://dedetaufik.blogspot.com/2009/12/semantik.html. [07 Oktober 2010]
Wikipedia. (2003). Pengertian Semantik. [Online]. Tersedia: http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:x-J6Dx_jcgYJ:www.scribd.com/doc/4634605/Pengertian-Semantik+konsep+dasar+semantik&cd=1&hl=id&ct=clnk&gl=id&client=firefox-a. [07 Obtober 2010]

Ulasan Masalah Evaluasi Pendidikan

Order Detail
Uraikan jika tes bertujuan mengevaluasi perencanaan dan efektifitas pembelajaran! Sebelum melakukan proses belajar mengajar, tentunya seorang guru harus memiliki handout dan bekal lainnya. Oleh karena itu, untuk menentukan hal ini, maka seorang guru harus membuat perencanaan yang lebih matang dan hendaknya dapat menjawab pertanyaan, apakah proses pembelajaran siswa sesuai dengan rencana awal, bagaimana prosesnya dan apa simpulan yang dapat ditarik dari sebuah perencanaan tersebut. Hal ini meyakinkan bahwa seorang guru perlu merancang proses pembelajaran salah satunya dalam bentuk program tahunan.
Berhasil guna-nya sebuah proses pembelajaran akan terlihat dari cara guru dalam menyusun dan membuat perencanaan. Dalam hal ini, kegiatan pemberian tes pun bermanfaat untuk mengefektifkan pembelajaran, contoh: tes dapat memberikan umpan balik bagi siswa untuk mengembangkan dirinya dalam KBM, memantau kemajuan dan kemampuan siswa, memberikan masukan pada guru untuk memperbaiki program, memungkinkan siswa mencapai kompetensi yang telah ditentukan,

Mengapa tes bentuk PG dikatakan lebih objektif dibandingkan tes bentuk uraian?
Jenis tes dalam bentuk PG mengandung unsure jawaban yang harus dipilih atau dikerjakan oleh peserta tes. Unsure tersebut berupa kemungkinan jawaban yang telah disediakan {benar (1) - salah (0)}, biasanya tingkat kebenarannya bersifat mutlak, artinya jawaban siswa bersifat mengarah akepada satu jawaban yang benar (convergence). Selain itu dalam tes PG memiliki reabilitas yang tinggi, siapapun yang menilai dan kapanpun dinilai, maka hasilnya akan tetap sama. Selanjutnya dalam tes PG memungkinkan butir soal dalam jumlah banyak yang didalamnya mencakup semua prestasi yang hendak diukur. Jika dibanding dengan soal esai, tugas peserta tes hanya merespons soal dan mengembangkan jawabanya sendiri. Pada tes objektif, tugas peserta tes adalah memanipulasikan data yang telah ada dalam butir soal.

Apa persamaan dan perbedaan karakteristik pembelajaran di SD dengan jenjang pendidikan lainnya?
Persamaan: 1) siswa membutuhkan bimbingan dalam proses pembelajaran, 2) siswa memperoleh konsep berguna untuk berpikir efektif, 3) melibatkan secara langsung dalam proses pembelajaran, 4) mencapai kepribadian pribadi, 5) menciptakan lingkungan teman sebaya, 6) keinginan yang kuat dalam mempelajari sesuatu hal,
Perbedaan: 1) proses belajar anak biasanya mengandung unsure permainan yang kuat, 2) anak terbiasa dengan berpindah atau bergerak, 3) tahap anak baru menguasai keterampilan fisik sedangkan tingkat selanjutnya sudah ada proporsi akan perbedaan fisik, 3) reaksi dan ekspresi anak SD-SMP masih labil, lain dengan tingkat SMA>., 4) anak belajar bergaul dalam kelompok dan tingkat selanjutnya mempunyai keinginan menyendiri, 5) anak SD mempertanyakan sesuatu masih global, sedangkan tingkat selanjutnya telah ditandai unsure pertanyaan yang spesifikasi, 6) belajar menjalankan peranan social dengan jenis kelamin, 7) siswa SD mengembangkan kata hati, moral dan nila dan tingkat selanjutnya mulai membandingkannya, 8) Kecenderungan minat dan pilihan karir sudah relative lebih jelas

Mengapa pendekatan penilaian acuan norma (PAN) dikatakan bersifat relative?
Jika pedoman konversi skor sudah disusun untuk suatu kelompok, maka pedoman itu hanya berlaku untuk kelompok itu saja dan tidak berlaku untuk kelompok yang lain, karena distribusi skor peserta didik sudah berbeda.

Pertanyaan Pkn

Order Detail
Bagaimana istilah pengertian civic education dan citizenship education menurut pendapat prof. H. Udin Saripudin Winataputra?
Pendidikan Kewarganegaraan (civic education) adalah suatu mata pelajaran dasar di sekolah yang dirancang untuk mempersiapkan warganegara muda, agar kelak setelah dewasa dapat berperan aktif dalam masyarakatnya.
Pendidikan kewarganegaraan (citizenship education), digunakan sebagai istilah yang memiliki pengertian yang lebih luas yang mencakup beberapa pengalaman di sekolah maupun diluar sekolah atau non-formal/informal yang terjadi dalam kaluarga, organisasi masyarakat, organisasi keagamaan, media, dll yang membantu membentuk totalitas warga bangsa.

Kemukakan visi dan misi PKn
Berdasarkan Keputusan Dirjen Dikti No. 43 / Dikti / Kep / 2006, terdapat visi dan misi Pendidikan Kewarganegaraan sebagai berikut:
a. Visi Pendidikan Kewarganegaraan di perguruan tinggi adalah merupakan sumber nilai dan pedoman dalam pengembangan dan penyelenggaraan program studi, guna mengantarkan mahasiswa mementapkan kepribadiannya sebagai manusia seutuhnya. Hal ini berdasarkan pada suatu realitas yang dihadapi, bahwa mahasiswa adalah sebagai generasi bangsa yang harus memiliki visi intelektual, religiuus, berkeadaban, berkemanusiaan dan cinta tanah air dan bangsanya.
b. Misi Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan tinggi adalah untuk membantu mahasiswa memantapkan kepribadiannya, agar secara konsisten mampu mewujudkan nilai-nilai dasar Pancasila, rasa kebangsaan dan cinta tanah air da;lam menguasai, menerapkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni dengan rasa tanggung jawab dan bermoral.

Kemukakan kurikulum PKn yang dipakai di SD sebelum KTSP
a. Civics (1959) periode ini berisikan seputar materi pemerintahan Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 termasuk kajian tata negara dan tata hukum.
b. Kewarganegaraan (1962) disiplin ilmu disini guna mengkaji sejarah, geografi, ekonomi, dan politik, pidato-pidato presiden, deklarasi hak asasi manusia, dan pengetahuan tentang Perserikatan Bangsa-Bangsa.
c. Pendidikan Kewargaan Negaraan (1968) di dalamnya tercakup sejarah Indonesia, geografi Indonesia, dan civics (d iterjemahkan sebagai pengetahuan kewargaan negara).
d. Pendidikan Moral Pancasila (1975) berorientasi pada value inculcation dengan muatan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945.
e. Pendidikan Pancasila Kewarganegaraan (1994) karakteristiknya didominasi oleh proses value incucation dan knowledge dissemination

Gambarkan komponen/watak yang baik (lickona)
a. moral knowing atau pengetahuan tentang moral, Ada enam aspek yang menjadi orientasi dari moral knowing yaitu : 1) kesadaran terhadap moral (moral awareness), 2) pengetahuan terhadap nilai moral (knowing moral values), 3) mengambil sikap pandangan (perspective taking), 4) memberikan penalaran moral (moral reasoning), 5) membuat keputusan (decision making), dan 6) menjadikan pengetahuan sebagai miliknya (self knowledge).
b. moral feeling atau perasaan tentang moral, Ada enam aspek yang menjadi orientasi dari moral feeling yaitu: 1) kata hati/suara hati (conscience, 2) harga diri (self esteem), 3) empati (emphaty), 4) mencintai kebajikan (loving the good),
5) pengedalian diri (self control), dan 6) kerendahan hati (humility).
c. moral action atau perbuatan bermoral, Ada tiga aspek yang menjadi indikator dari moral action, yaitu: 1) kompetensi (competence), 2) keinginan (will), 3) kebiasaan (habit).

Gambarkan bagaimana struktur kepemilikan nilai yang menghasilkan struktur social
Nilai menyimpan rahasia yang menarik untuk ditelaah lebih mendalam. Dalam proses kepemilikannya nilai perilaku tidak dapat dipisahkan dari keadaan lingkungan sekitar. Dari berbagai pandangan tentang klasifikasi nilai perlu dibahas nilai instrumental dan nilai terminal yang erat dengan budi pekerti karena memandang bahwa nilai-nilai pada diri manusia dapat ditunjukkan oleh cara bertingkah laku atau hasil tingkah laku.
1). Kebebasan-kebebasan dasar seperti kebebasan berpikir; pengembangan suara hati; 2). Kebebasan bergerak dan memilih pekerjaan; 3). Hak prerogratif atas kedudukan atau posisi yang menuntut tanggungjawab; 4). Pendapatan dan

Jelaskan tahapan-tahapan perkembangan moral (kholberg)
a. Pra-Konvensional
- tahap pertama (Orientasi kepatuhan dan hukuman), individu-individu memfokuskan diri pada konsekuensi langsung dari tindakan mereka yang dirasakan sendiri. Tahapan ini bisa dilihat sebagai sejenis otoriterisme.
- tahap dua (Orientasi minat pribadi ), penalaran tahap dua kurang menunjukkan perhatian pada kebutuhan orang lain, hanya sampai tahap bila kebutuhan itu juga berpengaruh terhadap kebutuhannya sendiri. Bagi mereka dari tahap dua, perpektif dunia dilihat sebagai sesuatu yang bersifat relatif secara moral.
b. Konvensional
- tahap tiga (Orientasi keserasian interpersonal dan konformitas/ Sikap anak baik), penalaran tahap tiga menilai moralitas dari suatu tindakan dengan mengevaluasi konsekuensinya dalam bentuk hubungan interpersonal, yang mulai menyertakan hal seperti rasa hormat, rasa terimakasih, dan golden rule.
- tahap empat (Orientasi otoritas dan pemeliharaan aturan social/ Moralitas hukum dan aturan), penalaran moral dalam tahap empat lebih dari sekedar kebutuhan akan penerimaan individual seperti dalam tahap tiga; kebutuhan masyarakat harus melebihi kebutuhan pribadi.
c. Pasca-Konvensional
- tahap lima (Orientasi kontrak social), penalaran tahap lima menyatakan bahwa individu dipandang sebagai memiliki pendapat-pendapat dan nilai-nilai yang berbeda, dan adalah penting bahwa mereka dihormati dan dihargai tanpa memihak.
- tahap enam (Prinsip etika universal), penalaran tahap enam menyatakan bahwa keberadaan hukum akan valid bila berdasar pada keadilan, dan komitmen terhadap keadilan juga menyertakan keharusan untuk tidak mematuhi hukum yang tidak adil. Oleh karena itu, untuk mengatasi hal ini, maka tindakan yang pantas diambil adalah melalui consensus atau pemufakatan bersama.

Apa arti penelitian otentik (keeping tarck, keeping up, funding out, dan summing up)
a. Penelusuran (keeping track), yaitu untuk menelusuri agar proses pembelajaran anak didik tetap sesuai dengan rencana.
b. Pengecekan (Cheking-up), yaitu untuk mengecek adakah kelemahan-kelemahan yang dialami anak dalam proses pembelajaran.
c. Pencarian (Finding-out), yaitu untuk mencari dan menentukan hal-hal yang menyebabkan terjadinya kelemahan dan kesalahan dalam proses pembelajaran.
d. Penyimpulan (Summing-up), yaitu untuk menyimpulkan apakah anak didik telah menguasai seluruh kompetensi dalam kurikulum atau belum.

Mengapa pembelajaran VCT dianggap unggul dalam pembelajaran afektif (prof. Kosasih Djahiri)
a. mampu membina dan mempribadikan nilai dan moral;
b. mampu mengklarifikasi dan mengungkapkan isi pesan materi yang disampaikan;
c. mampu mengklarifikasi dan menilai kualitas nilai moral diri siswa dan nilai moral dalam kehidupan nyata;
d. mampu mengundang, melibatkan, membina dan mengembangkan potensi diri siswa terutama potensi afektualnya;
e. mampu memberikan pengalaman belajar dalam berbagai kehidupan;
f. mampu menangkal, meniadakan mengintervensi dan menyubversi berbagai nilai moral naif yang ada dalam sistem nilai dan moral yang ada dalam diri seseorang;
g. menuntun dan memotivasi untuk hidup layak dan bermoral tinggi.

Jelaskan perbedaan belajar menurut Mohamad Ali, Bower Hilgard!
a. Muhammad Ali (1992:4) “Belajar adalah proses perubahan perilaku, akibat interaksi dengan lingkungan. Interaksi ini biasanya berlangsung secara sengaja”.
b. Bower Hilgard (1981) “belajar mengacu pada perubahan perilaku atau potensi individu senagai hasil dari pengalaman dan perubahan tersebut disebabkan oleh insting, k ematangan atau kelelahan, dan kebiasaan.

Makalah PKn SD

Order Detail
MEMAHAMI PENDEKATAN PKN SEBAGAI PENDIDIKAN NILAI DAN MORAL

MAKALAH

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas
Mata Kuliah Pembelajaran PKN SD








Oleh :

1. Arief Hidayat (0801543)
2. Eni Lestari (0802029)
3. Meilani (0801550)
4. Nia Kurnia (1004415)
5. Subhi Ash Shalih (0801542)



PROGRAM PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
KAMPUS CIBIRU
BANDUNG
2010
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT., sebab berkat taufik dan hidayahnya-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Memahami Pendekatan PKn sebagai Pendidikan Nilai dan Moral” ini.
Makalah ini disusun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan di Sekolah Dasar. Disamping itu, untuk menambah wawasan penulis dalam bidang ilmu kependidikan.
Sejalan dengan tersusunnya makalah ini penulis mendapatkan bantuan dan bimbingan dari beberapa pihak. Untuk itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Yth. Bapak Edi Targana selaku pembimbing dan teman-teman yang telah membantu penulis dalam penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.

Bandung, 28 Oktober 2010

Penulis



DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii

BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah 1
B. Rumusan Masalah 2
C. Tujuan Makalah 2
D. Kegunaan Makalah 2
E. Prosedur Makalah 2
BAB II PEMAHASAN
A. Pengertian Pendekatan
B. Pendidikan Nilai dan Moral dalam Pembelajaran PKn
C. Macam-macam Pendekatan PKn
D. Implementasi Pendidikan Nilai dan Moral dalam kehidupan sehari-hari
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA









BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan nilai dan moral memiliki esensi dan makna yang sama dengan pendidikan budi pekerti dan pendidikan akhlak. Tujuannya adalah membentuk pribadi anak, supaya menjadi manusia yang baik, warga masyarakat, dan warga negara yang baik. Adapun kriteria manusia yang baik, warga masyarakat yang baik, dan warga negara yang baik bagi suatu masyarakat atau bangsa, secara umum adalah nilai-nilai sosial tertentu, yang banyak dipengaruhi oleh budaya masyarakat dan bangsanya. Oleh karena itu, hakikat dari Pendidikan Nilai dan Moral dalam konteks pendidikan di Indonesia adalah budi pekerti, yakni pendidikan nilai-nilai luhur yang bersumber dari budaya bangsa Indonesia sendiri, dalam rangka membina kepribadian generasi muda.
Dewasa ini banyak pihak menuntut peningkatan intensitas dan kualitas pelaksanaan Pendidikan Nilai dan Moral pada lembaga pendidikan formal. Tuntutan tersebut didasarkan pada fenomena sosial yang berkembang, yakni meningkatnya kenakalan remaja dalam masyarakat, seperti perkelahian masal dan berbagai kasus dekadensi moral lainnya. Bahkan di kota-kota besar tertentu, seperti Jakarta, gejala tersebut telah sampai pada taraf yang sangat meresahkan. Oleh karena itu, lembaga pendidikan formal sebagai wadah resmi pembinaan generasi muda diharapkan dapat meningkatkan peranannya dalam pembentukan kepribadian siswa melalui peningkatan intensitas dan kualitas pendidikan budi pekerti.
Berkaitan dengan pembahasan di atas, bahwa pendidikan nilai dan moral adalah sebuah wadah pembinaan akhlak. Maka hal ini perlu adanya sebuah pendekatan yang akan membawa siswa atau peserta didik untuk memaknai dan menerapkan dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat. Disampaikan itu kepada calon pendidik, khususnya seorang guru yang kemudian dijadikan sebagai pengetahuan untuk menerapkan nilai dan moral dalam pembelajaran PKn di Sekolah Dasar maupun di tingkat selanjutnya.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka penulis mendapatkan rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Apa yang dimaksud Pendekatan?
2. Apa yang dimaksud Nilai dan Moral?
3. Apa macam-macam pendekatan pendidikan dalam pembelajaran PKn?
4. Bagaimana implementasi pembelajaran PKn dalam kehidupan sehari-hari?
C. Tujuan Makalah
Makalah ini disusun dengan tujuan untuk mendeskripsikan:
1. Pengertian pendekatan
2. Pengertian Nilai dan Moral
3. Macam-macam pendekatan pendidikan dalam pembelajaran PKn
4. Implementasi pembelajaran PKn dalam kehidupan sehari-hari
D. Kegunaan Makalah
Diharapkan makalah yang penulis susun dapat bermanfaat, khususnya bagi kita sebagai calon guru yang akan menjadi guru kelak.

E. Prosedur Makalah
Dalam pembuatan makalah ini penulis menggunakan metode studi pustaka, yaitu penulis membandingkan antara berbagai literatur sebagai bahan materi. Baik itu dari buku, ataupun media lain (internet) yang dianggap relevan dengan materi yang dibahas.








BAB II
PEMBAHASAN

A. Pendekatan
Dalam proses pembelajaran dikenal beberapa istilah yang memiliki kemiripan makna, sehingga seringkali orang merasa bingung untuk membedakannya. Istilah-istilah tersebut adalah: (1) pendekatan pembelajaran, (2) strategi pembelajaran, (3) metode pembelajaran; (4) teknik pembelajaran; (5) taktik pembelajaran; dan (6) model pembelajaran. Berikut ini akan dipaparkan istilah-istilah tersebut, dengan harapan dapat memberikan kejelasaan tentang penggunaan istilah tersebut.
Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginsiprasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu. Dilihat dari pendekatannya, pembelajaran terdapat dua jenis pendekatan, yaitu: (1) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada siswa (student centered approach) dan (2) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru (teacher centered approach).
B. Macam-macam Pendekatan PKn
Beberapa pendekatan nilai dan moral yang digunakan dalam pembelajaran PKn adalah sebagai berikut :
1. Evokasi
Pendekatan ini menekankan pada inisiatif siswa untuk mengekspresikan dirinya secara spontan yang didasarkan pada kekebasan dan kesempatan. Pendekatan seperti ini baik sekali namun dilihat dari budaya masyarakat ini terumata yang jauh dari kehidupan kota melaksanakan pendekatan tersebut tentulah menghadapi kendala-kendala cultural dan psikologikal. Untuk dapat mengimplementasikan pendekatan ini, pernana guru amat diperlukan dalam apa yang disebut dengan “breaking the ice” agar setiap anak merasakan adanya suasana terbuka, bersahabat dan kondusif untuk dapat “menyatakan dirinya” menyatakan apa yang menjadi pemikirannya dan mengungkapkan perasaannya.
Melatih siswa dengan cara seperti itu pada dasarnya merupakan salah satu bentuk pendewasaan agar terbiasa dalam merasakan manfaat situasi seperti itu, sehingga untuk masa-masa yang akan dating mereka pun dapat berbuat yang sama atau bahkan melebihinya. Keberhasilan pendekatan tersebut juga amat bergantung pada dorongan dan rangsangan yang diberikan guru dengan mengandalkan pada stimulus-stimulus tertentu. Selain peranan guru, peranan keluarga dan masyarakat juga amat penting oleh karena apa yang dibicarakan dalam kelas yang dibatasi oleh empat dinding kelas dapat member makna dalam belajar siswa.
Peranan kedua unsut tersebut dalam menumbuhkan keyakinan siswa tentang nilai mora yang dibahas di kelas, harus sejalan dengan apa yang di lihat dan dialaminya dalam kehidupan di keluarga dan di masyarakat. Jika tidak ada kesesuian di antara ketifa unsut tersebut maka akan terjadi konflik dalam diri anak yang dalam istilah Pendidikan Kewarganegaraan disebut intra personal conflict yaitu konflik yang terjadi dalam diri siswa. Konflik dalam diri pribadi anak itu dapat berlanjur menjadi konflik antar pribadi yang disebut inter personal conflict karena melihat tidak adanya keajekan antara nilai yang dipelajari dan diuakininya dengan apa yang terjadi di sekolah dan di masuarakat secara keseluruhan.
Pengalaman dan pembiasaan nilai-nilai Pancasila sebagai tujuan PKn merupakan langkah-langkah penting dalam pengajaran nilai. Hal itu sejalan dengan pendapat Dewey yang menyatakan bahwa “…intellectual and ethical competence could be achieved only by reflecting on one’s actual, concrete, concrete experience.” Sebabnya adalah walaupun dikenalkan berbagai konsep nilai misalnya tentang demokrasi, keadilan dan menghargai orang lain jika struktur kelas dan sekolah tetap saja mencontoh dan menekankan pada hubungan social yang otoriter maka hangan diharapkan aka nada belajar yang efektif.
Kepedulian terhadap hubungan antara abstraksi dengan pengalaman siswa sendiri dalam pemahaman Dewey disebut dengan istilah “child centeredness.” Anak membutuhkan moral yang ideal yang diharapkan dapat dikuasainya secara intelektual. Pendidikan moral yang didasarkan pada kerangka kerja Dewey adalah kegiatan kerjasama kelompok, bekerja dengan orang lain dalam masalah yang katual atai masalah yang sebenarnya, dalam bidang apa saja (seni, sains, politik, mekanik) akan membantu anak menghargai pandangan dan nilai saling member dan menerima (mutual exchange).
Moralita memang tidak dapat diajarkan hanya melalui contoh kata-kata yang disampaikan oleh guru. Siswa membutuhkan untuk saling berinteraksi pada kegiatan-kegiatan yang betul-betul merupakan kepedulian dan perhatian mereka. Teknik mengajar yang dapat digunakan dalam menggunakan pendekatan ini diantaranya adalah teknik mengungkapkan nilai yang dikenal dengan Value Clarification Technique.
Hersh (1980) dkk. Misalnya menjelaskan bahwa “Morality…depends on the orchestration of human caring, objective thingking, and determinan action. …Morality is neither good motives nor right reason, nor resolute action. It is all three. …three was no discernible separation between his feelings, thoughts, and action; they seemed to fit together at once, as part og a united front against a common threat.” Sikap atau perilaku moralitas itulah yang kiranya menjadi tugas dan sekaligus tantangan utama guru SD. Masalah akan semakin rumit terutama jika dikaitkan pengajar nilai dan moral untuk SD.
2. Inkulkasi (Menanamkan)
Pendekatan ini didasarkan pada sejumlah pertanyaan nilai yang telah disusun terlebuh dahulu oleh guru. Tujuannya adalah agar pertanyaan-pertanyaan yang menyangkut masalah nilai tersebut dapat digunakan untuk mempengaruhi dan sekaligus mengarahkan siswa kepada suatu kesimpulan nilai yang sudah direncanakan. Peranan guru dalam hal ini amat menentukan oleh karena gurulah yang menentuka kearah mana siswa akan dibawa atau diarahkan atau dikondisikan secara halus dan hati-hati.
Gurulah dengan pertanyaan dan arah kesimpulan atau pendapat yang menentukan dalam penkdekatan ini adalah Teknik Inkuiri Nilai (Value Inquiru Question Technique) di mana target nilai yang diharapkan dapat dicapai dengan memanipulasi kedalam sejumlah pertanyaan.
3. Pendekatan Kesadaran
Dalam hal ini yang menjadi sasaran adalah bagaimana mengungkap dan membina kesadaran siswa tentang nilai-nilai tertentu yang ada pada dirinya atau pada orang lain. Tentu saja kesadaran itu akan tumbuh menjadi sesuatu yang menumbuhkan kesadarannya tentang nilai atau seperangkat nilai-nilai tertentu. Hanya dengan kesadaran tertentu itu melalui kegiatan-kegiatan tertentu yang direncanakan oleh guru anak dapat mengungkapkan nilai-nilai dirinya atau nilai-nilai orang lain. Jendela Johary (Johary Window) kiranya dapat membantu menumbuhkan kesadaran siswa tentan gidirnya atau diri orang lain.
4. Penalaran Moral
Salah satu pendekatan dalam pendidikan moral adalah penalaran moral dimana anak dilibatkan dalam suatu dilemma moral sehingga keputusan yang diambil terhadap dilemma moral harus dapat diberikan alas an-alasan moralnya yang masuk akal. Dilemma moral adalah satu bentuk teknik mengajar nilai dan miral yang dianggap tepat terutama bagi kelas-kelas yang tinggi, misalnya kelas IV, V dan VI. Patut disadari bahwa dalam pendidikan nilai dan moral berbagai cara dapat digunakan sebagai stimulus dalam melibatkan nalar dan afeksi siswa adalah melalui pertanyaan, pernyataan, gambar, ceritera, dan gambar keadaan yang bersifat dilematis.
Dalam pengajaran PKn misalnya melibatkan siswa sebagai individu yang “merasakan” dan “larut” dalam situasi yang sengaja diciptakan untuk mendorong siswa menggunakan nalar dan perasaannya terhadap suatu situasi atau kejadian, prinsip, pandangan atau masalah merupakan upaya-upaya dasar dalam pendidikan nilai dan moral. Tanpa upaya-upaya dasar semacam itu, pendidikan nilai dan moral serta PKn khususnya akan sulit mencapai tujuan-tujuannya secara optimal. Dalam pendekatan dilematis sebagai salah satu pendekatan akan lebih efektif jika guru berhasil melibatkan secara intens nalar dan perasaan siswa sebab walaupun yang menjadi dasar utama adalah nalarnya atau reasoning-nya, namun factor perasaan siswa jufa akan memegang peranan penting dalam member alas an-alasan moral tersebut.
Peranan stimulus amat besar sebab stimulus yang didasarkan pada hal yang bersifat dilematis, akan mengundang siswa mengkaji dengan nalar nilai dan moral yang terlibat dalam masalah yang bersifat dilematis tersebut. Dalam proses pengkajian tersebut siswa akan melibatkan nilai-nilai yang dimilikinya dihadapkan dengan nilai-nilai yang terkandung di dalam masalah dilematis tersebut. Dengan itu juga diharapkan siswa sekaligus menghubungkannya dengan nilai-nilai yang umum dimiliki oleh orang lain atau umum dalam menghadapi masalah-masalah dilematis seperti itu. Oleh karena dalam pendekatan ini yang menajdi focus adalah nalar atau yang berkaitan dengan kognitifnya maka pendekatan ini amat sesuai dengan apa yang kita sebut dengan Cognitive Moral Development dari Kohlberg. Bagi Kohlberg terhadap kaitan yang erat antara perkembangan kognitif dan kematangan atau perkembangan moral seseorang.
5. Pendekatan Analisis Nilai
Melalui pendekatan ini siswa diajak untuk mengaji atau menganalisis nilai yang ada dalam suatu media atau stimulus yang memang disiapkan oleh guru dalam mengajarkan pendidikan nilai dan moral. Dalam melakukan pengkajian tentu saja para siswa sudah dibekali dengan kemampuan analisisnya. Melakukan analisis sebagaimana diketahui adalah merupakan salah satu tahapan dalam tingkat pengetahuan atau ingatan dan analisis adalah satu tahapan dalam keterampilan berpikir sebelum sampai pada sintesis dan evaluasi.
Dalam melakukan analisis nilai tentu saja siswa akan sampai pada tahapan menilai apakah suatu nilai itu dianggap baik atau tidak. Jika menggunakan nanalisis nilai, tentu saja disesuaikan dengan kemampuan siswa. Analisis nilai dapat dimulai oleh siswa yang dimulai dari sekedar melaporkan apa yang dilihat dan dihadapi sampai pada memilih dan mengemukakan hasil pengkajian yang lebih teliti dan lebih tepat.
Sebagaimana telah dikemukakan di atas bahwa pendekatan ini berkaitan dengan kognitif maka jelas bahwa antara pendekatan lima berkaitan erat dengan pendekatan empat yaitu penalaran moral. Pendekatan ini banyak sekali digunakan dalam teknik mengungkap nilai.
6. Pengungkapan Nilai
Pengungkapan Nilai melihat pendidikan moral lebih pada upaya meningkatkan kesadaran diri (self-awareness) dan memperhatikan diri sendiri (self-caring) dan bukannya pemecahan masalah. Pendekatan ini juga membantu siswa menemukan dan memeriksa nilai mereka untuk menemukan keberartian dan rasa aman diri. Oleh sebab itu maka pertimbangan (judging) adalah merupakan factor kunci dalam model tersebut, namun pertimbangan yang dimaksud adalah pertimbangan tentang yang disenangi dan yang tidak disenangi, dan bukan sesuatu yang diyakini seorang sebagai hal yang benar atau salah.
Melalui pendekatan ini siswa dibina kesadaran emosionalnya tentang nilai yang ada dalam dirinya melalui cara-cara kritis dan rational dan akhirnya menguji kebenaran, kebaikan atau ketepatannya. Pengungkapan nilai tidak menganggap nilai moral sebagai sebuah status dalam rentangan nilai-nilai. Semua nilai termasuk moral dianggap sebagai sesuatu yang bersifat pribadi dan relativf. Walaupun dikatakan bahwa Teknik Pengungkapan Nilai ini banyak dipakai ternyata juga banyak menghadapi tantangan, oleh karena itu pendekatan ini dianggap memiliki banyak kelemahan.
7. Pendekatan Komitmen
Pendekatan komitmen dalam pendidikan nilai dan moral mengarahkan dan menekankan pada seperangkat nilai yang akan mendasari pola piker setiap guru yang bertanggung jawab terjadap pendidikan nilai dan moral. Dalam PKn sudah barang tentu yang menjadi komitmen dasarnya adalah nilai-nilai moral Pancasila serta Undang-undang Dasar 1945. Nilai moral tersebut telah menjadi komitmen bangsa dan negara Indonesia untuk terus dilestarikan sebagai nilai-nilai luhur bangsa Indonesia.
Dalam mengajarkan nila dan moral tersebut nilai moral Pancasila merupakan nilai sentralnya tanpa menutup kemungkinan mengajarkan nilai-nilai lainnya yang sesuai dan tidak bertentangan dengan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945. Hal itu merupakan perwujudan dari komitmen Bangsa Indonesia khususnya Orde Baru untuk senantiasa melaksanakannya secara murni dan konsekuen. Untuk terlaksananya hal tersebut sudah barang tentu komitmen terutama guru, orang tua, serta masyarakat dan juga siswa merupakan hal yang paling pokok bagi keberhasilan PKn tersebut.
Tujuan utama pendekatan ini adalah untuk melatih disiplin siswa dalam pola pikir dan tindakannya agar senantiasa sesuai dengan nilai-nilai moral yang telah menjadi komitmen bersama itu. Oleh karena nilai—nilai yang telah menjadi komitmen tersebut adalah nilai-nilai bersama maka pendekatan tersebut diharapkan pula dapat membina integritas social para siswa. Persoalan utama sekarang adalah bagaimana hal itu dilakukan pada tingkat SD.
8. Pendekatan Memadukan (Union Approach)
Pedekatan ke delapan yang diajukan Superka adalah menyatukan diri siswa dengan pengalaman dalam kehidupan “riil” yang dirancang oleh guru dalam proses belajar-mengajar. Proses penyatuan tersebut tidak lain adalah dimaksud agar siswa benar-benar mengalami secara langsung pengalaman-pengalaman yang direncanakan guru melalui berbagai metode mengajar yang dipilih guru untuk tujuan tersebut. Untuk mencapai tujuan pengajaran seperti yang diharapkan itu, guru dapat menggunakan berbagai metode diantaranya Partisipatori, Simulasi, Sosio Drama, dan Studi Proyek.
Siswa SD sesuai dengan tingkat kemampuan dan perkembangan berpikirnya memang lebih menyenangi contoh-contoh konkrit. Contoh konkrit tersebut adalah contoh-contoh perilaku yang dapat dilaksanakan dlaam kehidupan siswa. Penerapannya mungkin dalam kelompok diskusi di kelas, dalam kelompok bermain di sekolah atau dalam kehidupan di tengah-tengah keluarga. Karena itu dalam prinsip pengajaran dianjurkan agar guru {Kn SD dalam mengajarnya memulai dari hal-hal konkrit kepada yang abstrak apalagi materi pendidikan moral pada dasarnya bersifat abstrak.
Salah satu permasalahan pokok yang dihadapi guru adalah bagaimana mencari contoh-contoh konkrit yang memang secara langsung menyentuh aspek kehidupan anak. Apa yang secara langsung menyentuh kebuthan seorang akan lebih mudah dihayati dan dilaksanakan. Kiranya demikian pula dengan mata pelajaran PKn SD.
Oleh sebab itu dalam mengajarnya guru PKn SD diharapkan dapat (a) mengemukakan berbagai contoh perilaku, (b) membantu siswa agar dapat mengikuti/mencontoh berbagai perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai moral Pancasila dan tuntutan kehidupan masuarakat sekitarnya yang tidak bertentangan dengan nilai-nilai moral Pancasila tersebut. Sebagai contoh misalnya adalah, guru dalam mengajarnya sebaiknya lebih menekankan pada contoh-contoh yang sesuai dengan tingkat perkembangan siswa.
Contoh-contoh pengalaman nilai-moral dalam berbagai situasi dan konteks kiranya dapat membantu siswa untuk lebih memahami dan menghayati serta mengamalkan nilai-nilai moral yang disampaikan memalui mata pelajaran PKn SD. Nilai-nilai yang mendasari sikap dan perilaku dalam keluarga, sekolah, dan lingkungan bermain serta lingkungan yang lebih luas haru merupakan materi penting untuk dipahami anak-anak SD.
Nilai-nilai dalam keluarga dimaksud diantaranya adalah kasih saying, saling menghormati, menyenangi kebersihan dan keindahan, kepatuhan. Dapat juga yang berkaitan dengan lingkungan belajar anak seperti, saling menyayangi, tolong menolong, adil, berdisiplin, mematuhi aturan permainan, tertib dan jujur, dan bersikap sportif. Nilai-moral dalam lingkungan kelas atau sekolah juga perlu diperhatikan misalnya dating dan menyelesaikan tugasnya tepat waktu, berbari dengan rapih saat memasuki kelas, memelihara kebersihan kelas dan sekolah, memelihara buku dan peralatan sekolah, menghormati guru dan petugas sekolah lainnya.
C. Implementasi Pembelajaran PKn dalam kehidupan sehari-hari
Kenakalan remaja disebabkan oleh beberapa hal antara lain kesalahan sistem pengajaran di sekolah yang kurang menanamkan sistem nilai, transisi kultural, kurangnya perhatian orang tua, dan kurangnya kepedulian masyarakat pada masalah remaja. Untuk mengatasi permasalahan remaja tersebut perlu dilakukan secara sistemik dan komprehensip melalui lingkungan sekolah, keluarga, masyarakat, dan melalui kebijakan pemerintah. Hal ini dapat dapat dikaji dan dilakukan melalui berbagai disiplin ilmu (interdisipliner) yaitu agama, moral (PPKn), olahraga kesehatan, biologi, Psikologi, sosial, hukum, dan politik.
Tulisan ini berusaha mendeskripsikan masalah kenakalan remaja (siswa SLTP & SLTA) terutama pengguna narkoba dan berusaha untuk memberikan solusi. Penulis mengharapkan artikel ini dapat dijadikan salah satu referensi dalam memberantas narkoba. Memang untuk mengatasi masalah kenakalan remaja perlu adanya kerjasama antara keluarga, sekolah, masyarakat, dan pemerintah secara kompak sehingga permasalahan yang di hadapi para remaja dapat ditangulangi secara tuntas.


































BAB III
PENUTUP

Berbagai pendekatan pendidikan nilai yang berkembang mempunyai aspek penekanan yang berbeda, serta mempunyai kekuatan dan kelemahan yang relatif berbeda pula. Berbagai metode pendidikan dan pengajaran yang digunakan oleh berbagai pendekatan pendidikan nilai yang berkembang dapat digunakan juga dalam pelaksanaan Pendidikan Nilai dan Moral. Hal tersebut sejalan dengan pemberlakukan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang proses pembelajarannya memadukan ranah kognitif, afektif, dan psikomotor.
Pelaksanaan program-program Pendidikan yang memfokuskan aspek Nilai dan Moral perlu disertai dengan keteladanan guru, orang tua, dan orang dewasa pada umumnya. Lingkungan sosial yang kondusif bagi para siswa, baik dalam keluarga, di sekolah, dan dalam masyarakat juga memberikan kontribusi positif dalam penerapan pendidikan nilai dan moral secara holistik.





















DAFTAR PUSTAKA

Wahab, A. A., (1995). Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKN). Bandung: UPI Press.
Nuruddin, M. (2010). Pendekatan dalam PKn. [Online]. Tersedia: http://muhammadnuruddin071644036.blogspot.com/2010/01/pendekatan-dalam-pkn.html [20 Oktober 2010]
Trimo. (2007). Pendekatan Penanaman Nilai Dalam Pendidikan. [Online]. Tersedia: http://re-searchengines.com/0807trimo.html [20 Oktober 2010]
Mulyadi. (2004). Penyelesaian Masalah Kenakalan Remaja Secara Komprehensip. [Online]. Tersedia: http://mulyaihza.blogspot.com/2010/05/penyelesaian-masalah-kenakalan-remaja.html [21 Oktober 2010]
Djahiri, K. (2008). Esensi Pendidikan Nilai Moral dan Pkn di Era Globalisme. [Online]. Tersedia: http://re-searchengines.com/0807trimo.html [21Oktober 2010]
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. el_shalih blog - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger Template